BANDA ACEH, KOMPAS.com - Carbon Conservation, perusahaan broker karbon asal Australia, menjadikan hutan Aceh sebagai agunan. Perjanjian kerja sama pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh dengan Pemerintah Aceh dijadikan aset dalam bertransaksi saham dengan East Asia Minerals Corporation, perusahaan tambang emas Kanada yang telah mengeksplorasi emas di hutan Aceh.
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>
Demikian diungkapkan Koordinator Nasional Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, dalam siaran persnya, Kamis (5/5/2011). Menurut Vanda, informasi tersebut didapat dari siaran pers yang diterbitkan East Asia Minerals Corporation tertanggal 3 Mei 2011 (waktu Kanada). "East Asia Minerals Corporation, yang tercatat pada Toronto Stock Exchange, menyatakan bahwa mereka akan membayar tunai sebesar 500.000 dollar AS serta menerbitkan 2,5 juta lembar saham untuk Carbon Conservation," kata Vanda.
Dalam perjanjiannya dengan Pemerintah Aceh pada Juli 2008 lalu, Carbon Conservation mendapatkan hak eksklusif dalam pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh pada Blok Ulu Masen seluas 700.000 hektar.
Dengan adanya transaksi dengan East Asia Minerals Corporation tersebut, kata Vanda, Carbon Conservation secara jelas telah menjadikan hutan Aceh seperti agunan yang digadaikan melalui suatu skema transaksi saham.
Di satu sisi, East Asia Minerals Corporation punya kepentingan bisnis tambang emas di hutan Aceh (Miwah Project). Di sisi lain, Carbon Conservation memiliki hak eksklusif dari Gubernur Aceh untuk menjual dan memasarkan karbon kredit dari 700.000 hektar hutan Aceh pada blok hutan Ulu Masen.
"Mengapa hutan Aceh dijadikan aset oleh Carbon Conservation untuk mendapat dana dari transaksi saham dengan East Asia Minerals Corporation? Ini jelas mengandung konflik kepentingan," ujar Vanda.
Dengan kata lain, Carbon Conservation telah menyalahgunakan perjanjian kerjasamanya dengan Pemerintah Provinsi Aceh. Karena itu, transaksi saham itu harus ditolak mentah-mentah. Menurut Vanda, motif transaksi tersebut sangat jelas untuk kepentingan bisnis East Asia Minerals Corporation dan Carbon Conservation. Buktinya, pernyataan dari East Asia Minerals Corporation dalam siaran persnya yang menyebutkan pelaku bisnis perhiasan skala besar melakukan boikot terhadap emas yang diambil dari praktik pertambangan yang tidak ramah lingkungan, atau mengambil emas dari kawasan-kawasan yang sensitif secara lingkungan.
"Hutan Aceh, terutama kawasan hutan lindungnya, tergolong kawasan-kawasan yang sensitif secara lingkungan. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Carbon Conservation telah dijadikan tameng operasi tambang East Asia Minerals Corporation melalui transaksi saham antara kedua perusahaan itu," jelas Vanda. Greenomics Indonesia menentang keras langkah Carbon Conservation tersebut. Greenomics meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk tidak membiarkan transaksi tersebut berlanjut.
Vanda mengaku sudah mengonfirmasikan hal ini kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Gubernur menegaskan, tak pernah mengeluarkan rekomendasi apa pun terkait operasi East Asia Minerals Corporation di Aceh. "Bahkan, Gubernur mengaku aneh, East Asia Minerals Corporation sekarang operasional," lanjut dia.
Tindakan Carbon Conservation juga dinilai sebagai pelecehan Undang-Undang 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Greenomics telah meminta Pemerintah Aceh segera mendesak Carbon Conservation membatalkan transaksi saham tersebut. "Kami juga telah sampaikan masalah Carbon Conservation ini kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hasbi Abdullah. Ketua DPRA dengan tegas menyatakan menolak transaksi saham antara Carbon Conservation dan East Asia Minerals Corporation yang melibatkan hutan Aceh tersebut," tandas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar